Ibu dan Ayam Kecap Buatannya

Ibu dan Ayam Kecap Buatannya
“istri saya terlihat makin cantik saja”- Bapak, 63 tahun diucapkan sesaat sebelum Ibu dikafani
***
Sehari sebelum puasa setelah agak sulit mencari angkutan untuk balik ke Makassar, -karena sebagian besar supir angkutan tidak ada yang berangkat sore dari Watampone,  mereka ingin pula menikmati sahur pertama bersama dengan keluarga, jarak Watampone-Makassar kurang lebih 5-6 jam dengan kondisi perbaikan jalan sekarang ini-, akhirnya saya tiba di rumah mendapati Bapak lagi sendiri di depan tivi.

Ramadhan ini jelas bukan ramadhan yang indah bagi bapak , saya dan adik-adik, kami baru saja kehilangan ibu tanggal empat belas mei kemarin, sebuah hal yang berat setelah keletihan  yang teramat panjang, kami tidak ingin menyalahkan dokter karena menunda tindakan medis (tanpa penjelasan yang dapat kami terima) yang  membuat Ibu kian parah, karena kami percaya apapun jalannya maka pada detik itu di tanggal empat belas mei diantara waktu 0m1.50, Ibu harus meninggalkan kami.

Maghrib ketika sya’ban berganti ramadhan ada keheningan yang panjang, di rumah hanya ada aku dan Bapak yang tetap tersenyum, adik perempuan masih keluar mencari bahan buat sahur, sedang adik lelakiku memilih keluar melewati malam itu dalam keramaian, karena sunyi telah dirasakannya lebih sering ketika malam-malam menemani Ibu di Rumah Sakit.
Aku merindukan ayam kecap buatan ibu.
***
Sahur berlalu, tak ada teriakan Ibu memanggil dari balik pintu “ riyan,turun sahur nak”, yang ada aku bangun begitu cepat melawan kesedihanku sendiri, makan makanan yang semalam dibawakan oleh keluarga Ibu dengan ucapan “yang sabar nak”, lalu membangunkan anak pertamaku yang sudah saatnya belajar puasa.

Bapak masih larut dalam shalatnya, dalam sujud akhirnya yang begitu lama aku memandangnya, saat dia terbangun dari sujud ada kesedihan disitu, saya mencium tangannya lalu membiarkan diri kami larut dalam sunyi masing-masing.
***
Buka puasa rumah begitu ramai, ini puasa penuh pertama Zahran –anak lelakiku- dia terlihat bangga dengan itu walau sejak jam empat ,mulai agak goyah sehingga gadget menjadi pendamping setianya.

Saat berbuka begitu ramai, kami melawan keheningan dalam diri, kami berharap Ibu ada di situ dan melihat tawa kami melihat Zahran bangga dengan puasa pertamanya. Saya memeluk dan menciumnya, saya bersyukur, dan Ibu pasti tersenyum melihatnya, saya membayangkan senyum Ibu yang indah, senyum yang sama saat adik lelaki saya mengganggunya dengan cerita horor di rumah sakit, tentang dokter jadi-jadian  yang mendatangi pasien jam tiga dini hari.

Ibu, kami merindukan ayam kecap buatanmu.
***
Selesai memeluk Zahran, dan merangkai setiap kata diatas, saya teringat kawan saya Akbar Junaid, dia kawan yang tangguh, tahun lalu dia kehilangan anak semata wayangnya, ini tahun kedua dia melewati luka itu.

Seperti slide motivator di tivi, saya kemudian teringat Fadly, sahabat saya yang tak pernah kelihatan marah atas semua hinaan terhadap besar perutnya yang dengan tangguh melewati kehilangan kedua orang tuanya, lalu teringat Juju -junior saya- yang ditinggal suaminya dengan empat anak, ini juga tahun keduanya melewati ramadhan dengan kehilangan.

“jika seorang anak ditinggal mati orang  tuanya maka kita punya istilah dengan menyebutnya yatim(piatu), jika seorang suami atau istri ditinggal mati pasangannya kita menyebutnya duda atau janda, namun ketika orang tua ditinggal mati anaknya dengan apa kita menyebutnya?” – kutipan yang saya lupa dengar atau baca dari mana ini tiba-tiba melintas saja malam ini, dan cerita tentang rasa kehilangan dari teman-teman menguatkan saya melewati ramadhan ini.
 ***
Kehilangan karena dipisahkan oleh kematian walau hal yang pasti terjadi seperti kata bung penyair itu “hidup hanya pertarungan menunggu kalah oleh waktu”, tetap saja bukanlah hal yang mudah buat mereka yang ditinggalkan, ucapan duka penghibur lara dan sebagainya bukan pula obat yang ampuh melainkan hanya sebagai penenang sementara, obat itu hanya ada dalam diri kita, kemampuan menerima dan menyadari bahwa Tuhan tidak pernah salah, dan kita akan bertemu di Surga.

Saya hanya ingin masuk ke pintu surga dimana ada Ibu dengan ayam kecap buatannya

Tabik.

Tulisan versi lebih kerennya bisa dibaca di birokreasi.com

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

kontra post, sebuah teori pembukuan usang

sajak Ibu made in Aan Mansyur

Puisi : Zeus di Bukit Olympus