Mencoba Memahami KEP-62/PJ/2014


“ededeeee, giliran info penting soal keputusan perpanjangan penyampaian SPT Tahunan saya tahu lewat detik.com, giliran soal Cut Tari saya tahu lewat sms resmi kepegawaian”- Aco pegawai pajak berdarah bugis-makassar

Kalimat itu masuk begitu saja dalam forum diskusi melalu media sosial yang saya ikuti, dan memberikan link berita yang dimaksud, saya sendiri saat itu hanya membalas “yah kalau begini nda usah lembur, bilang saja ke wajib pajak yang nda sempat lapor SPT tahunan di bulan maret, lapor saja pakai e-filing”.
*******

KEP-62/PJ/2014 tentang PENGECUALIAN PENGENAAN SANKSI ADMINISTRASI BERUPA DENDA ATAS KETERLAMBATAN PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI YANG MENYAMPAIKAN SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI SECARA E-FILING, adalah angin segar buat wajib pajak orang pribadi yang belum sempat melaporkan SPT Tahunannya pada bulan maret, karena dalam KEP-62 ini jika pelaporan melalui efiling (hanya berlaku jika pelaporan melalui www.pajak .go.id) maka dihapuskan sanksi administrasi sebagaimana yang tercantum pada pasal 7 ayat 1 Undang-undang Nomor 16 tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan (KUP).

Dalam diktum pertimbangan yang menjadi dasar keluarnya keputusan ini ada satu hal yang tidak bisa dibantah bahwa ini merupakan bentuk peningkatan pelayanan kepada wajib pajak, apalagi kita ketahui bahwa efiling ini baru disosialisasikan pada saat memasuki tahun 2014 (bulan Februari) sehingga perpanjangan ini dapat dipandang hal yang lumrah, namun demikian menjadi catatan penting bagi Direktorat Jenderal Pajak sendiri bahwa fungsi sosialisasi mereka masih sangat kurang, hal ini dapat dilihat dari sosialisasi yang terlambat, jika memang efiling telah dijadikan target nasional adalah hal yang elok jika itu sudah didengungkan minimal sejak triwulan terakhir 2013. Bukan kali ini saja Direktorat Jenderal Pajak agak telat melakukan sosialisasi, seingat saya PP 46 (pajak atas omzet dibawah 4,6 M) juga dilakukan pada saat bulan Juni-Juli begitupun dengan penggunaan e-SPT pph 21 yang sosialisasinya Desember-Januari, sangat mepet dengan berlakunya peraturan tersebut, memang ada asas hukum yang berbunyi bahwa ketika semua peraturan (hukum) diberlakukan maka semua orang dianggap telah mengetahuinya, namun demikian tetap perlunya fungsi sosialisasi sebelum peraturan (hukum) itu diterapkan. Sosialisasi tentang aturan-aturan pajak terbaru dilakukan minimal 3 (tiga) bulan sebelum peraturan diterapkan, jika lebih jauh rentang waktunya maka akan lebih baik lagi.

Pertimbangan lain yang menjadi dasar keluarnya Keputusan ini ialah pertimbangan dasar hukum, KEP-62 menjadikan Pasal 2 ayat 2 pada PMK Nomor 186/PMK.03/2007 tentang tentang Wajib Pajak Tertentu yang Dikecualikan dari Pengenaan Sanksi Administrasi Berupa Denda Karena Tidak Menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam Jangka Waktu yang Ditentukan, sebagai dasar pertimbangan hukum.

Pasal 2 ayat 2 PMK Nomor 186/PMK/03/2007 sendiri berbunyi “Penetapan wajib pajak sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 dilakukan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak”. Hal yang menarik pada ayat 1 pasal 2 PMK ini, menyebutkan hal-hal yang dapat menyebabkan seorang Wajib Pajak terlambat menyampaikan SPT Tahunan dikarenakan faktor yang berada diluar kendalinya antara lain dikarenakan kebakaran,kerusuhan massal.ledakan bom, perang antarsuku, kegagalan sistem penerimaan negara atau perpajakan.

Berdasarkan pertimbangan hukum tersebut timbul pertanyaan faktor apa yang kira-kira menjadi dasar keadaan yang mengakibatkan KEP-62 ini dikeluarkan? Kenapa Direktorat Jenderal Pajak tidak menyebutkan secara nyata faktor eksternal yang membuat Wajib Pajak dianggap terhambat dalam melakukan pelaporan pajak melalui efiling? Saya sendiri pada awalnya berpikir kemungkinan terbesar ialah kegagalan sistem penerimaan negara atau perpajakan, namun secara nyata bahwa tidak ada kegagalan sistem penerimaan atau perpajakan pada bulan maret 2014.

Prastowo aktivis Center for Indonesia Taxation Analysisi (CITA) melalui akun twitter @prastow menduga ada perencanaan yang kurang matang dalam tubuh Direktorat Pajak,  saya sepakat dengan hal ini. Direktorat Jenderal Pajak mesti lebih matang dalam melakukan perencanaan, dan lebih jujur dalam menjelaskan latar belakang sebuah produk hukum (baik itu KEP, PER, SE dll), kepercayaan publik akan terwujud dengan kejujuran bukan hanya dengan pencitraan.

Salam
@priyantarno

Komentar

Postingan populer dari blog ini

kontra post, sebuah teori pembukuan usang

sajak Ibu made in Aan Mansyur

Puisi : Zeus di Bukit Olympus