Kaki Angsa itu Bernama Bagian Umum

Angsa merupakan hewan yang sangat indah, bahkan dari yang saya baca menurut kepercayaan agama Hindu , angsa merupakan inkarnasi dari Dewa Whisnu, melalui wujud angsa ini, Dewa Whisnu memberi pengetahuan suci kepada Dewa Brahma dan putra beliau. Dalam agama Hindu pada diri angsa terdapat sebuah filosofi yang agung, bahwa walaupun angsa hidup di air namun bulunya tidak basah oleh air, hal ini seperti hidup manusia yang walaupun hidup di dunia, namun jangan sampai terjebak (dibasahi) oleh ilusi dunia. Penulis takkan membahas filosofi yang sangat berat itu, walau penulis sadar bahwa fiskus (aparat pajak) pun demikian mestinya, walau berada dalam lokasi yang “basah” maka bertingkahlah seperti angsa yang tidak “membasahi” diri terhadap godaan pekerjaan ini.

Angsa adalah hewan yang mesti dijadikan pelajaran oleh manusia, bukankah pada setiap yang diciptakan Tuhan, akan ada ajaran atau hikmah yang bisa kita ambil darinya? Pada tulisan ini, penulis lebih akan membahas mengenai kaki angsa. Pada gerakan angsa yang anggun itu sebenarnya kita ketahui bersama ada kaki-kaki yang bekerja keras, namun kaki-kaki ini seringkali tak nampak pada permukaan, lalu manusia hanya terpesona pada bulu dan gerakan yang anggun.

Instansi pemerintah pun demikian halnya, khususnya pada Direktorat Jenderal Pajak, yang tampak pada masyarakat adalah pencapaian penerimaan negara dan keberhasilan meningkatkan ketaatan terhadap pajak, namun ada hal yang lain yang tak tampak pada masyarakat yakni bagian umum yang menciptakan dan menjadi titik awal proses semua itu. Bagian umum adalah kaki-kaki angsa itu.

Awal tahun seperti sekarang, ketika para pegawai bisa mengendurkan sedikit tekanan akan target penerimaan negara, maka “kaki-kaki angsa” ini mulai berkutat pada laporan keuangan dan mempersiapkan pengelolaan anggaran untuk masa berikutnya, suatu hal yang sangat tidak bisa dipandang sebelah mata. Penulis sendiri yang berada pada lapis terbawah bagian ini, merasakan bagaimana sulitnya membuat laporan dan pengelolaan anggaran, mulai dari opname fisik di gudang, pengecekan kondisi alat-alat kantor, hingga bermuara pada laporan keuangan.

Pada sisi lain kaki-kaki angsa ini juga memiliki peranan penting dalam penataan gerak anggun tubuh angsa, seperti halnya bagian umum itu sendiri yang menjadi “juru tata” pada Direktorat Jenderal Pajak, mulai dari penataan pegawai, pendidikan, dan pada akhirnya kesejahteraan pegawai. Hal-hal ini jika terwujud maka akan menghasilkan gerak lembaga yang lebih efektif.

Kesejahteraan pegawai tidaklah elok jika dipandang hanya pada penghasilan yang dapat dibawa pulang setiap bulannya, tapi penulis yakin kita sependapat bahwa pada era sekarang ini kesejahteraan itu bermakna lebih kepada ketenangan hidup dan asupan hal-hal non materi seperti pendidikan. Sebuah tugas berat bagi para pekerja dan pemikir pada bagian “kaki-kaki angsa ini”.

Pendidikan adalah hak setiap warga negara, begitulah kata pendiri negeri kita yang termaktub dalam Undang-Undang Dasar. Menurut penulis tak adalah ruginya membuka kesempatan seluas-luasnya pada setiap pegawai untuk memperoleh pendidikan tanpa membatasi golongannya, dan memiliki hak agar pendidikannya diakui, bukankah tak ada ruginya bagi Direktorat ini? Para pegawai tadi pun mesti sadar diri apapun keahlian yang mereka punya bukanlah hak untuk menuntut jabatan. Kenapa? Karena ahli dan tidak ahli, dibutuhkan atau tidak dibutuhkan bukanlah hal yang subjektif, maka wewenang mereka para penilai yang memutuskan, hal ini menurut penulis akan menguntungkan karena Direktorat Jenderal Pajak akan memiliki kualitas pelaksana yang lebih baik, dan tidak mengeluarkan biaya sedikitpun atas peningkatan kualitas ini.

Indonesia yang sadar atau tidak sadar telah terkurung dalam pembangunan yang hanya terfokus pada sebuah pulau saja (Jawa), begitu banyak daerah yang tidak memiliki akses pendidikan yang layak, mengakali hal ini ada baiknya dilakukan rotasi pegawai yang telah begitu lama di daerah yang dengan akses pendidikan yang layak dan memberikan kesempatan pada mereka yang bertugas di daerah dengan akses pendidikan sulit untuk dapat bergeser dan memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kualitas diri melalui pendidikan. Pada sistem rotasi ini pulalah “kaki-kaki angsa” harus bergerak lebih tenang dan hati-hati karena di sini pula terdapat masalah yang tidak kalah pentingnya yakni kesejahteraan dalam hal psikis,  mesti ada sistem pergerakan pegawai yang adil dan mengandung kepastian. Penulis percaya telah ada langkah ke arah ini.


“Kaki-kaki angsa” ini adalah pekerja keras, dan penulis yakin mereka kerja mewujudkan semua ini, hal yang menjadi tak kalah penting “kaki-kaki angsa” mesti bergerak dinamis, dan menjauhkan pikiran bahwa mereka yang menentukan segalanya, karena pada akhirnya kita pun sadar, jika hanya kaki bukanlah angsa namanya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

kontra post, sebuah teori pembukuan usang

sajak Ibu made in Aan Mansyur

Puisi : Zeus di Bukit Olympus