Tuhan, Agama dan KTP



Ya
TUHAN
Tuhan Tuhan Tuhan
Tuhan
Tu
Han
Tu
Han
Tu
Hantu
Hantu Hantu
Hantu Hantu Hantu
HANTU
Ay
(COMMUNICATION GAP, karya Remy Sylado )

Sejak kapan Tuhan mulai dikenal oleh manusia? banyak versi yang berbeda tentangnya, yang religius percaya bahwa sejak manusia pertama (adam) ada, bagi mereka yang menyukai sejarah akan lebih percaya bahwa tuhan mulai dikenal setelah manusia mulai mencari-cari apa atau siapa yang ada dibalik penciptaan alam semesta, kemudian terhadap sesuatu yang mereka yakin ada namun tak terjangkau oleh pikiran mereka, mereka menyebutnya Tuhan.

Tuhan dalam sejarah kemudian dimanfaatkan menjadi stempel para raja atau penguasa, untuk memperkuat posisi mereka, mereka seringkali mengklaim menjadi perwakilan tuhan di dunia, bahkan ada yang secara kelewatan menganggap diri mereka tuhan atau dewa. Tuhan yang menempel pada raja atau penguasa ini menjadi tuhan yang beringas, menjadi tuhan yang ditakuti oleh umat manusia. Setiap pembangkangan akan dianggap perlawanan terhadap tuhan, yang pada akhirnya mengakibatkan hukuman kematian.

Setelah manusia mengetahui ada yang bernama tuhan,maka manusia kemudian menciptakan agama sebagai jalan menuju tuhan. Bagi mereka yang percaya pada agama samawi maka agama itu telah ada, diciptakan dari langit bukan diciptakan oleh manusia. Seperti halnya tuhan, agama yang pada awalnya adalah jalan menuju tuhan, kemudian melekat dan menjadi stempel raja atau penguasa. Para raja atau penguasa bertitah dan bertindak mengatasnamakan agama untuk mempertahankan posisinya. Agama maupun tuhan pada dua sisi ini lebih mirip hantu, menciptakan ketakutan-ketakutan dalam bertindak bahkan berpikir.

Indonesia adalah bangsa yang beragama, bukan bangsa agama. Kutipan itu akan biasa kita dengar di bangku sekolah, tapi saya tidak mengerti kapan mulai bangsa ini membeli label seseorang berdasarkan agamanya, diperkirakan pelabelan agama mulai dikenal pada masa tahun 1970an-1980an. Pada masa itu orde baru lagi bertumbuh sehingga butuh banyak susu (dan mungkin darah), orde baru mulai membatasi jumlah partai, menentukan jumlah agama resmi, dan bagi mereka yang berbeda agama dari  lima agama yang telah diakui pemerintah pada saat itu, maka cap komunis maupun ateis siap menanti anda. Pada masa itu orde baru telah berhasil menciptakan pandangan bahwa komunis adalah ateis.

Pendiri dan pemimpin awal negeri ini, jelas tidak terlalu menyukai kecenderungan terhadap pelabelan dan penggunaan agama resmi, hal ini dapat dilihat dari sejarah penghapusan tujuh kata piagam jakarta, di mana para pendiri bangsa sepakat tidak mesti ada agama yang lebih istimewa dari agama lainnya, sehingga kata  “dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya” dihilangkan.Pengunaan tujuh kata ini pada akhirnya akan bisa dipandang sebagai pengakuan keresmian dan keistimewaan agama islam dibanding agama lainnya dalam republik ini.
 
naskah piagam jakarta sumber wikipedia
Pada masa sekarang, di mana kebebasan berpikir dan menemukan kebenaran adalah hak setiap orang, ada bagian-bagian dalam bangsa ini yang tetap secara kaku memilih pelabelan dan penggunaan agama resmi sebagai sebuah jalan buat menakut-nakuti pihak lain, membuat mereka yang memilih berbeda dicap kafir, komunis, ateis dan lain-lain. Pilihan agama selain agama yang diakui oleh undang-undang membuat anda tidak layak buat hidup di republik ini, seakan makna ketuhanan yang maha esa, hanya berarti sebatas ketuhanan yang diakui oleh undang-undang semata. Padahal ketuhanan yang maha esa adalah buah pikiran pendiri bangsa akan kebebasan warganya buat menganut keyakinan dan kepercayaan apapun itu.

Ketuhanan yang maha esa, tidaklah sama dengan makna Tuhan yang Maha Esa. Ketuhanan memang memiliki kata dasar tuhan, yang diberikan imbuhan ke- dan -an, makna imbuhan ke,- dalam kata ketuhanan lebih dekat ke makna jalan yang dituju, sehingga ketuhanan lebih tepat dikatakan sebagai jalan menuju tuhan,namun dalam hal ini maka ketuhanan yang dimaksud lebih luas dari agama. Ketuhanan memiliki makna jalan seseorang menuju tuhan, baik itu agama, mazhab, kepercayaan maupun keyakinan.

Ketuhanan yang maha esa jika dicerna dari sudut bahasa tadi maka dapat diartikan jalan menuju tuhan yang maha esa. Esa berarti satu, tunggal. Hal ini membuktikan kelihaian para pendiri bangsa kita dalam menjamin kebebasan beragama dan kesucian agama. Hal ini mengharuskan setiap warga negara memiliki jalan menuju tuhan yang satu,namun tidak boleh mencampur adukkan agama atau jalan menuju tuhan, karena mencampuradukkannya berarti menodai agama. Ketuhanan yang maha esa pada akhirnya lebih tepat diartikan bahwa tiap warga negara wajib memeluk sebuah agama,mazhab, keyakinan dan kepercayaan apapun.

Agama dan KTP

Dalam sebuah diskusi muncul pertanyaan yang sesuai dengan kondisi kekinian, apakah KTP perlu mencantumkan agama? Saat itu saya menyatakan tidak perlu. Dalam sejarah bangsa ini, para pejuang dan pendiri negeri tidak pernah mempermasalahkan latar belakang agama seseorang, apapun latar belakang anda, bisa menjadi pemimpin bagi bangsa ini, Indonesia sendiri pernah memiliki perdana menteri seorang kristen, Amir Syarifuddin. Pada awalnya Amir Syarifuddin terlahir sebagai muslim lalu berpindah agama, jika itu terjadi sekarang mungkin para laskar agama akan berdemo dan menolak seorang “murtad”. Kemudian sahabat saya bertanya bagaimana jika dia meninggal tanpa ada yang mengenalnya, bagaimana cara penguburannya? Bukankah tata cara penguburan pun diatur dalam agama, kepercayaan dan keyakinan sebagai jalan kembali padanya secara layak?. Pada titik ini maka saya sepakat pencantuman agama dalam KTP seseorang adalah hal yang sebaiknya ada.

Sebagai bangsa yang percaya pada konsep Ketuhanan Yang Maha Esa, maka pencantuman agama dalam KTP, adalah hal yang wajar, namun dapat menjadi tidak wajar jika agama dalam KTP dibatasi. Ketidakwajaran ini, sama dengan yang akan terjadi bila tujuh kata  dalam Piagam Jakarta tidak dihilangkan,  pada akhirnya hal ini akan membuat bangsa ini hanya mengakui agama-agama resmi, sedangkan diluar itu tak diakui, padahal agama-agama resmi itu tidak mencakupi semua cara dan ragam berketuhanan yang maha esa dalam republik ini. Sehingga jika pencantuman agama dalam KTP tetap dilakukan, maka negara mesti mengizinkan pencantuman agama, kepercayaan dan keyakinan apapun dalam KTP.

Pada akhirnya jalan menuju tuhan adalah hal yang penting menurut pemikiran para pendiri bangsa ini, karena dengan memiliki jalan menuju tuhan, maka akan tumbuh juga keinginan dan semangat untuk mencari jalan yang baik buat bangsa ini.Para pendiri negara ini yakin bahwa bangsa ini akan selalu lebih baik apabila setiap warganya memilih sebuah jalan menuju tuhan, makin dekat kepada tuhan maka sila-sila selanjutnya akan terwujud.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

kontra post, sebuah teori pembukuan usang

sajak Ibu made in Aan Mansyur

Puisi : Zeus di Bukit Olympus