Coto, Obat Mujarab Warga Makassar



“loyo ku dech, kayak mauka sakit”
“ah, garring coto ji ko itu, ayo kutraktirko”¹

Anda pernah tinggal lama di Makassar? Jika iya, maka dialog di atas dan sejenisnya adalah dialog yang bisa saja sering anda dengar di perkantoran, sekolah dan tempat lainnya. Saya sendiri lahir dan besar di Makassar dan sampai sekarang belum tahu dari mana asal istilah “garring coto” ini.

Garring merupakan bahasa Makassar yang berarti sakit, sedangkan coto ialah makanan khas Makassar, yang punya hubungan dengan soto dan sop. garring coto sendiri bisa diartikan ialah sakit karena mau makan coto, atau bisa juga diartikan sakit yang bisa disembuhkan dengan makan coto. Anda yang belum akrab dengan budaya Makassar, mungkin akan langsung mengira Coto ternyata adalah makanan yang bisa jadi obat.

Coto seperti halnya sup dan soto adalah makanan yang bisa membuat kita berkeringat, hal ini membuat badan kita yang agak loyo,lesu dan kurang enak, bisa menjadi lebih segar, apalagi jika dilihat dari bahan-bahan yang dikandung dalam coto. Dalam sebuah mangkuk coto, jika kita memesan dengan istilah porsi “campur”², maka di dalamnya ada jeroan, daging, dan hati, anda bisa bayangkan bagaimana komposisi makanan itu disajikan dengan kuah yang terbuat dari rempah-rempah lalu dicampur sambal tauco, ah lidah anda akan merasakan kenikmatan surga.

Coto dalam sejarah diperkirakan ada sejak abad ke -14 Masehi. Coto mulai ada dan berkembang sekitar tahun 1556 M, ketika Makassar, saat itu masih di bawah kerajaan Gowa, menjadi kota dunia yang merupakan bandar perdagangan internasional. Pada awalnya merupakan gabungan racikan Makassar dan Cina, ini dapat dilihat dengan adanya sambal  tauco  yang berasal dari cina.

Coto pada awalnya merupakan makanan para petinggi kerajaan, hal ini dalam dilihat dengan resep coto sendiri yang dibuat dalam gabungan 40  (empat puluh) jenis rempah-rempah yang terdiri dari kacang, kemiri, cengkeh, pala, foeli, sere yang ditumbuk halus, lengkuas, merica, bawang merah, bawang putih, jintan, ketumbar merah, ketumbar putih, jahe, laos, daun jeruk purut, daun salam, daun kunyit, daun bawang, daun seldri, daun prei, lombok merah, lombok hijau, gula talla, asam, kayu manis, garam, papaya muda untuk melembutkan daging, dan kapur untuk membersihkan jeroan. Coto merupakan makanan yang biasa dinikmati di pagi hari.

Warung coto pertama yang ada di Makassar ada pada tahun 1940-an, bertempat di Jl.Ranggong. Warung coto ini merupakan milik warga Makassar bernama Daeng Sangkala. Jalan Ranggong merupakan “ibukota” coto pertama di dunia. Pada era 1980-an hingga 1990-an warung coto mulai semakin berkembang pada masa ini warung-warung coto ini menjual nama para “suhu” coto mereka, maka jangan heran pada tiap warung coto mulai selalu ada tulisan asuhan daeng ini dan sebagainya, lalu kemudian warung-warung coto memulai menggunakan nama sesuai lokasi berjualan mereka muncullah coto gagak, allauddin, kakaktua, nusantara dan lainnya.

Sebagai penikmat coto, ada faktor lain yang mendukung kenikmatan coto itu sendiri, diantaranya sambal, kualitas ketupat dan suasana warung cotonya, saya akan merasa aneh jika menikmati coto dalam ruangan ber-ac. Hal yang menarik adalah terkadang jika cotonya kita bungkus dan bawa pulang maka rasa cotonya terasa ada yang kurang beda jika kita makan langsung di warungnya, menurut teman saya Saldy ayah tiga anak yang merupakan penikmat coto Mawang di Kabupaten Gowa, hal ini karena baca-baca³  coto tersebut hilang ketika tidak di makan di warungnya, kalau menurut pendapat saya pribadi hal ini mungkin terjadi karena campuran yang berbeda antara coto dalam mangkuk dan coto yang dibungkus dalam kantong plastik atau dalam rantang, khususnya dalam kadar kuahnya, disamping itu kualitas panasnya juga akan mempengaruhi, hal ini membuat coto yang dinikmati langsung di warung lebih nikmat.

Pada masa sekarang coto mulai menghadapi saingan berupa sop saudara, mie kering dan sop konro, baik yang konvensional maupun sop konro bakar, belum lagi serbuan makanan sejenis sushi, suki, atau bahkan bistik, namun bagi sebagian warga Makassar, coto tetap merupakan makanan nomor satu.

Kelak jika anda berkunjung ke Sulawesi Selatan khususnya Makassar dan Gowa, dan anda merasa lesu dan loyo karena cuaca yang panas, perjalanan yang melelahkan, atau mungkin karena hujan yang membuat anda menjadi tidak enak badan, tidak perlulah langsung beli obat, vitamin atau periksa ke  dokter, mungkin ada hanya garring coto.
coto makassar sumber gambar:wikipedia






Catatan:
¹. Dialog ini kurang lebih berarti : “saya rasa badan saya lagi loyo ini hari, sepertinya saya akan sakit” . “ah kamu hanya perlu makan coto, mari saya traktir”
². Jika kita memesan coto, kita bisa pilih campurannya, istilah campur merujuk bahwa cotonya dicampur saja , ada juga istilah “daging-hati” yakni cotonya hanya terdiri dari campuran daging dan hati, ada juga yang “hati” saja atau “daging” saja.
³. Jampi-jampi :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

sajak Ibu made in Aan Mansyur

kontra post, sebuah teori pembukuan usang

Puisi : Zeus di Bukit Olympus