Soe Hok-Gie Seorang Kompasianer (Jika Dia Masih Hidup)

Sebelum saya memulai,saya tegaskan bahwa tulisan ini terinspirasi dengan tulisan Nano Riantiarno "andai Gie ada" dalam buku Soe Hok Gie sekali Lagi.

Aku bukanlah orang yang kenal Soe Hok Gie (jadi aku takkan terlalu sok menyebutnya Soe,atau Hok-Gie), aku hidup di masa yang berbeda, dia aktivis 60-an, sedangkan aku kenal dunia kritis diakhir 90-an dan awal 2000an, aku tak kenal dia waktu kuliah di kampus Merah, yang penuh dengan diskusi dan demonstrasi sebagaimana kampus pada umumnya di Makassar. Aku justru mengenal dia ketika pindah jalur kesekolah kedinasan, aku justru kenal dia ketika terantuk dalam pusaran birokrasi yang dikuasai orang-orang tua yangtidak bisa kerja tapi di gaji mahal sama negara. Aku menonton Gie dan Membaca tulisannya, lalu aku merasa ada pada zamannya di mana para "orang tua" dalam lingkungan kita bukannya jadi pengayom, tapi jadi contoh buat korupsi dan kebodohan!!, dan semalam ketika membaca buku "Soe Hok Gie sekali lagi", kembali aku berpikir bagaimana jika dia masih hidup.

Jika Soe Hok Gie masih hidup hari ini, aku yakin dia adalah seorang kompasianer, dia suka menulis dan mengeritik lewat tulisannya, dia tidak akan jadi menteri atau pimpinan partai politik atau terafiliasi dalam partai politik karena dia bebas, dia suka kesunyiaan dan alam, maka aku ragu dia akan tetap tinggal di Jakarta, mungkin dia akan menepi seperti Iwan Fals.

JIka SOe Hok Gie masih hidup mungkin dia tetap menjadi dosen dan penulis lepas, dia tetap akan bersuara lantang menentang dana aspirasi atau apapun namanya, karena dia bukan orang yang percaya pada orang-orang partai politik.

JIka Soe Hok Gie masih hidup dia akan ada pada barisan depan berdemo tentang "selamatkan KPK" dia mungkin (entah untuk berapa kalinya) akan mengirim gincu dan cermin ke gedung DPR.Mungkin dia adalah orang yang akan buat ARB marah-marah karena di serang di media, bukankah pada masanya dia berani menyerang "ibnu Sutowo" (bos pertamina, yang cucunya jadi suami Dian Sastro).

Jika dia masih hidup, mungkin dia juga telah menonton LN,AP,dan CT yang lagi heboh, bukankah dia tidak malu mengakui dirinya biasa nonton "blue film" seperti manusia indonesia pada umumnya, lalu dia mungkin akan berkata "Gila nih bangsa" (tapi dalam hati dia tetap mencintai bangsa ini dengan kekurangannya) lalu bergabung dalam gerakan Jangan Bugil Depan Kamera.

Soe Hok-Gie bukan dewa, dan saya yakin dia bersykur mati muda, dia tidak pernah sendiri bahkan pada saat mati dia ditemani oleh Idhan Lubis, dikawal oleh anak muda usia 19 tahun yang sempat dia tolak masuk dalam tim menujuj Semeru.

Andai Soe Hok-Gie masih ada, mungkinkah dia menjadi seorang apatis??? saya harap tidak karena dia berjanji buat menjadi idealis sampai batas yang sejauh-jauhnya. Jika Sok Hok-Gie masih ada saya harap dia tidak akan berada di belakang SBY menjadi pemuja dari pencitraan yang sempurna,

Sebenarnya Gie masih ada dalam tataran ide dan jiwa kritisnya, namun apakah ada orang yang seperti dia?? Anda?? saya harap anda bisa bertahan dalam idealisme anda hingga batas sejauh-jauhnya, saya harap anda siap di asingkan daripada menyerah pada kemunafikan.

Saya?? bukan Gie, pengagum yang berusaha bertahan dengan idelisme, walau bayarannya jangan harap mutasi ke kota besar :).

Salam perubahan!!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

kontra post, sebuah teori pembukuan usang

sajak Ibu made in Aan Mansyur

Puisi : Zeus di Bukit Olympus