Surat buat Mantan yang akan Menikah
“Ketika seseorang mengatakan aku cinta
padamu dengan bersungguh-sungguh, maka sebenarnya dia ingin mengatakan aku
mencintai kemanusiaan yang ada padamu, semua yang hidup; aku mencintai diriku
yang ada padamu”-Erich Fromm
Apa
kabar mantan kekasihku?
Aku
dengar kamu akan menikah, jangan tanyakan apa aku akan datang ke pesta
pernikahanmu?, tapi mari tanyakan apa kamu berani mengundangku?.
Beberapa
hari yang lalu, dari seorang kawannya teman, yang ternyata temanmu (ah betapa
kecil kota ini) aku mendengar kamu akan menikah, hal pertama yang ada dalam
benakku adalah doa agar kamu bahagia, bukankah begitu seharusnya?
Kita
pernah bersama, lalu terpisah. Jangan salahkan tembok yang bernama adat, agama
dan sebagainya, mari kita terima sebagai suatu kisah bahwa kita harus berpisah
karena yang kita punya ternyata cuman sebuah cinta.
Aku
ingat pernah membaca sebuah teori tentang ini, cinta yang kita pahami saat itu
adalah eros sebuah cinta yang
didasarkan gairah semata, aku tergoda melihat mata indahmu, senyum serta
semangat yang ada pada dirimu, dan entah engkau tergoda karena apa sehingga
kita jatuh pada cinta gairah yang sama. Cinta ini pada awalnya indah, tapi jika
kita hanya memiliki modal ini, maka pernikahan akan menjadi mimpi buruk bagi
kita, kita akan berpisah pada akhirnya dan karena itu mari kita syukuri
berpisah sebelum menikah.
Mantan kekasihku
Saat
engkau membaca surat ini, aku rasa engkau lagi berpikir bualan apa lagi yang
akan aku tulis? Tidak mantan kekasihku, aku telah melewati fase di mana cinta
hanya sebuah bualan-bualan indah untuk mewujudkan gairah, jauh beberapa tahun
yang lalu. Cinta semacam yang pernah kita miliki dulu, tidak ada artinya
dibanding fase cinta yang (semoga) kamu alami sekarang (atau nanti). Fase itu
bernama fase agape (cinta dalam wujud
tindakan), fase ini adalah fase setelah fase cinta gairah, fase yang mengajarkan kita tentang
pemakluman-pemakluman terhadap pasangan kita. Fase cinta gairah tidaklah akan
bertahan lebih dari dua tahun, fase tindakanlah yang bisa mempertahankan sebuah
hubungan.
Mantan
kekasihku,
Maukah
kamu memperlihatkan surat ini kepada calon suamimu? Atau cukup kau sampaikan
saja cerita tentang fase tindakan yang harus dimiliki kaum lelaki (karena
lelaki yang cenderung terjebak dalam fase gairah), seorang lelaki mesti masuk
ke fase cinta tindakan saat dia melihat istrinya menjadi gemuk karena
melahirkan, atau bau dapur dan hanya menggunakan daster. Pada fase ini lelaki
akan melihat wanita tidak bisa dengan gairah lagi, tapi dengan tindakan.Seorang
lelaki mesti memaksa dirinya (bertindak) untuk memahami semua hal itu memahami
bahwa kisah romansa dalam benaknya tentang cinta gairah telah berlalu, dengan
begitu dia mampu mempertahankan hubungannya. Jika lelaki gagal memaksa diri
buat bertindak dan tetap terjebak dalam fase cinta gairah, maka berpisah
tinggallah menunggu masa.
Mantan
kekasihku,
Kita
pernah bersama, tapi kita tidaklah berada dalam cinta sebagaimana harusnya.
Biarlah aku akui saja ini salahku, karena dari semua sifat pemberontakku, aku
gagal memberontak dalam cinta yang mesti kuperjuangkan,aku gagal bertindak buat
melanjutkan kisah itu, aku terlalu larut dalam gairah. Albert Camus benar
ketika menulis “ Pemberontakkan adalah cinta atau bukan apa-apa sama sekali”.
Aku tak memberontak kala itu, maka mari kita anggap masa itu bukan apa-apa sama
sekali.
Akhirnya
benar bahwa tiap pecinta akan bersatu dengan kekasihnya Selamat berbahagia,
mantan kekasihku
Catatan : ditulis setelah membaca esai Krisis Pasangan Modern dari Dennis de Rougement, dalam buku Anatomi Cinta dan menonton film “Cinta tapi Beda”
sedih banget aku bacanya :(
BalasHapusNyesek
BalasHapusHanya bisa ucapkan selamat
BalasHapusartikelnya bagus. Sedih!
BalasHapus