Petepete Sarana Transportasi Masa Depan
Seorang
kawan pernah berandai, andai bus-bus Damri dulu tak mati, mungkin transportasi
kita tidak akan separah saat ini. Saya nyaris sependapat dengan itu, mari
membayangkan jika petepete¹, tidak
menggusur bus-bus, lalu bus-bus itu dikelola secara profesional sehingga
menjadi lebih maju dan layak, mungkin saja masyarakat kita akan lebih
menggunakan transportasi umum.
Kini
ide bus di wilayah Mamminasata² digulirkan lagi, namun ternyata mengundang
protes dari para supir petepete, untuk menengahi masalah ini maka Dinas
Perhubungan Propinsi Sulsel menjelaskan bahwa bus Mamminasata hanya akan
berhenti di halte, hal ini juga pada akhirnya akan menjadi bom waktu untuk
protes selanjutnya, karena jika pihak Pemerintah Propinsi Sulsel benar-benar
serius mengelola transportasi publik ini, maka penambahan halte untuk menambah
penumpang jelas akan dilakukan, kecuali jika kemudian ternyata proyek ini
adalah proyek bombastis seperti halnya proyek mobil toko (moko), yang awalnya
penuh kebanggaan dan sekarang tak jelas kelanjutannya. Penambahan halte ini
pada akhirnya akan mengancam “keberadaan” petepete, oleh karena itu menurut
penulis pemerintah kota Makassar meski berperan aktif “melindungi” petepete,
karena hal ini pada akhirnya bisa menambah pengangguran di wilayah kota
Makassar.
Petepete dan prilakunya
“Hanya
tuhan,supir yang tahu kapan petepete
akan berhenti” adalah kalimat yang sering singgah di telinga kita.
Petepete
sendiri tidak memiliki sejarah resmi, tidak ada yang mencatat asal usul
petepete di Makassar, ada yang bilang itu singkatan dari Pengangkutan Terminal
(PETE), ada yang bilang singkatan Public Transportation
(PT), karena jumlahnya banyak maka disebutnya berulang menjadi
petepete.Jumlah petepete d yang memiliki izin trayek di kota Makassar mencapai
4000 unit, dan diperkirakan ada ratusan yang ilegal, hal ini jelas menjadi
beban bagi alur lalu lintas kota Makassar.
Sebenarnya
para pemilik dan supir petepete telah berusaha untuk memberikan kenyamanan
kepada para penumpang, mulai dari sistem audio hingga pemasangan tivi, memang belum bisa memuaskan
seluruh konsumen, tapi setidaknya para pemilik dan supir itu mulai sadar akan
pentingnya memberikan kenyamanan.
Prilaku
yang paling membuat masyarakat lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi
daripada petepete ialah faktor efesiensi waktu. Para supir petepete yang
berorientasi pada hasil (pemasukan) kadang melalaikan kenyamanan konsumen, hal
yang memang wajar sebagai manusia yang hidup dalam sistem ekonomi pasar.
Seringkali supir petepete ngetem
menunggu penumpang melebihi batas waktu wajar menurut para penumpang. Hal-hal
yang mendasar seperti ini yang mesti diperbaiki para pemilik dan supir petepete
sebagai bagian dari pemenuhan ekspetasi konsumen, dan bantuan kepada pemerintah
mengatasi kemacetan.
Fungsi Pemerintah sebagai Manajer
Pemerintah
dalam hal ini pemerintah kota makassar, mesti menjalankan fungsinya sebagai
pengatur dan mempertegas aturan-aturan mengenai transportasi publik, ada
beberapa langkah yang bisa diambil oleh pemerintah kota Makassar, untuk
mengatur hal ini.
1.
Melakukan razia terhadap petepete illegal
Hal
ini sangat penting buat dilakukan, bisa dimulai dari pengadaan barcode khusus buat petepete yang
terdaftar, dan alat scan yang
diperuntukkan oleh petugas dinas perhubungan di jalan, hal ini akan efektif
mencegah petepete yang illegal.
Langkah
selanjutnya terhadap pete-pete ilegal
ini ialah penerapan sanksi berupa penempelan peringatan “dilarang beroperasi
karena tidak memiliki izin trayek”
hingga denda sebesar Rp.5.000.000 jika masih mengurangi pelanggaran ini. Dalam
hal ini penerapan sanksi haruslah tegas dan berani, disinilah fungsi pemerintah
diuji, jika terlalu banyak memberikan kelonggaran-kelonggaran maka hasilnya
ialah kemacetan yang makin parah bagi kota Makassar.
2. Membangun
Halte-Halte khusus petepete
Para
supir pete-pete mesti diajarkan disiplin, salah satu langkah yang mestinya
dilakukan oleh pihak pemerintah (dalam hal ini pemerintah kota bekerja sama
dengan propinsi), membangun halte-halte dengan jarak antar halte 1 km, pada
setiap halte ditempatkan seorang petugas dinas perhubungan untuk mengawasi petepete
agar tidak ngetem melebihi batas waktu normal.Petepete hanya bisa ngetem pada
terminal/lokasi yang sudah ditentukan (misalnya :pasar sentral dll)
Jarak
antar halte ini mungkin agak menyulitkan karena ada resiko penumpang mesti
berjalan kaki, pada sisi ini, maka pemanfaatan becak motor (bentor) atau ojek
bisa dimaksimalkan.bukannya ini akan menambah beban kendaraan di jalan raya?
Beban ini akan coba dikurangi pada poin selanjutnya.
3. Razia
terhadap motor dan mobil anak sekolah
Untuk
mengurangi beban jalan raya, maka diperlukan langkah tegas dan berani oleh
setiap pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah, kepolisian, sekolah dan
orang tua. Kita mestinya sadar bahwa anak-anak di bawah umur tidak boleh
membawa kendaraan di jalanan, bukan masalah ahli atau tidak ahlinya, tapi
mental yang dimiliki oleh anak tersebut saat mengendara. Oleh karena itu
diperlukan usaha bersama oleh pihak-pihak terkait. Salah satunya adalah razia.
Razia
yang saya tawarkan disini bukan razia di jalan raya, tapi razia di sekolah,
pihak kepolisian bekerjasama dengan pemerintah dan pihak sekolah mengadakan
pemeriksaan surat-surat kendaraan di sekolah-sekolah dan pencocokan dengan umur
para siswa, jika memiliki SIM tapi masih dibawah umur maka menurut saya berhak
ditilang dengan alasan dibawah umur, dan menggunakan data palsu untuk
memperoleh SIM. Selanjutnya proses penegakan ini diserahkan ke aparat
kepolisian apakah sanksinya hanya berupa pemanggilan orang tua siswa dan
melakukan penyuluhan hingga sanksi denda.
4. Iklan
sebagai pemasukan tambahan petepete
Kebijakan
dilarang ngetem terlalu lama, dan
hanya bisa berhenti di halte ada kemungkinan mengurangi pemasukan supir dan
pemilik petepete, untuk menutupi hal ini maka pemerintah bisa mengeluarkan
kebijakan dilarang menempel iklan secara bebas di petepete. Pemerintah yang
menentukan iklan apa yang bisa dipasang di petepete,dan keuntungan atas
pemasangan iklan ini dibagi secara proporsional untuk pemerintah sebagai sumber
penghasilan asli daerah yang akan dipergunakan untuk pengelolaan jalan, pembagian
keuntungan ke pemilik dan atau supir petepete untuk merawat armada mereka.
Masih
banyak hal lain yang masih perlu dilakukan untuk menjadikan petepete sebagai
model transportasi publik yang bisa mengurangi kemacetan kota Makassar, seperti
petepete ber-AC sebagaimana pernah
diusulkan oleh Walikota Makassar Ilham Arif Sirajuddin, namun hal ini akan
sulit jika tak ada turun tangan pemerintah secara aktif dan adil, karena jika
tidak maka pemilik modal lebih besar akan mengalahkan yang kecil.
Menjadikan
petepete sebagai sarana transportasi yang layak adalah hal yang sangat
mendesak, jika tidak maka kita dan generasi setelah kita akan menjadi warga
kota yang hanya bisa mengutuk dalam bising bunyi klakson.
Salam
@priyantarno
Catatan
1.
Petepete : penyebutan angkutan kota untuk
wilayah sulawesi selatan
2.
Mamminasata : singkatan dari Makassar,
Maros,Sungguminasa dan Takalar
menambahkan referensi buat bung tarno atas sebutan petepete : petepete adalah sebutan untuk salah satu uang receh di masa lalu yang digunakan membayar ongkos angkutan umum. karena dibayar dengan uang petepete, maka angkutan umum itu kemudian mendapat sebutan petepete. pada awalnya petepete bentuknya tidak seperti sekarang ini. dahulu sekitar tahun 70-80an, penumpang petepete duduk di belakang supir dan terbatasi oleh kaca yg berada di blakang supir, sehingga cara menghentikan petepete dengan memencet bel yg ada di atas penumpang atau mengetuk kaca jendela dalam yang berada di belakang supir. Cara naiknya pun berbeda. Jika petepete sekarang penumpang naik dari arah pintu samping, dahulu justru penumpang naik dari pintu belakang.
BalasHapusDemikian untuk menambahkan referensi bung tarno atas penyebutan petepete. #referensi diambil dari pengalaman pribadi dan cerita orang tua yang hidup di jaman petepete tempo doeloe :)
makasih kamerad emir, saya benar2 baru tahu informasi itu :)
Hapus