PP 46/2013, Pisau Yang Bermata Dua
jejeran UKM |
“mustahil
membersihkan lantai yang kotor dengan sapu kotor” (Prof. Achmad Ali)
Ada
sebuah kisah di negeri seberang, ada seorang rampok yang sangat hebat, rampok
itu justru sangat dicintai oleh rakyat, dia bukan rampok sembarang rampok, dia
merampok orang kaya, para pejabat korup,kemudian membagikannya kepada fakir
miskin, ini dilakukannya sebagai protes terhadap penguasa yang menarik upeti
secara sewenang-wenang dia adalah Robin Hood versi nusantara. Petualang sang Robin
Hood nusantara ini berakhir ketika dia bertemu dengan seorang Ulama yang
mengajukan sebuah pertanyaan “apakah akan bersih jika kita mencuci pakaian dengan
air comberan?”.
Dua
hal diatas adalah sebuah gambaran yang muncul dibenak penulis tentang PP.46/2013
atau yang lebih dikenal sebagai Pajak Usaha Kecil dan Menengah dengan tarif 1%,
Peraturan Pemerintah ini menuai pro dan kontra dikalangan pelaku usaha, dan
jelaslah sebagai bangsa yang sadar hukum, maka setiap peraturan yang ada di
negara ini merupakan produk hukum yang bersih. Istilah penulis sendiri, Produk
hukum yang dari niat, proses pembuatan serta hasilnya bersih dari segala
pikiran selain demi bangsa.
Apakah
PP 46/2013 tentang pajak Usaha Kecil dan Menengah ini melanggar hukum? Penulis
ingin kita melihatnya dalam sudut pandang “dua mata pisau”
PP
46/2013 jika dilihat dari pihak “oposisi” adalah hal yang cacat hukum, kenapa?
Pertimbangan tarif 1% dari peredaran usaha (omzet) adalah hal yang aneh, Pajak
Penghasilan adalah pajak yang dikenakan atas tambahan ekonomis, bukan dari
peredaran usaha. Begitupun dikalangan pengusaha, bagi mereka yang dikatakan
penghasilan ialah omzet dikurangi biaya-biaya, dari gambaran sederhana ini maka tidak selamanya pengusaha beromzet
besar otomatis penghasilannya besar, bisa jadi malah mengalami kerugian.
Mari
kita lihat apa yang menjadi pertimbangan
pemerintah, mengeluarkan Peraturan ini. Jawabannya ialah untuk memperluas
“jaring” penerimaan negara, sehingga potensi penerimaan negara lebih maksimal,
yang akan membuat langkah bangsa menuju
kemandirian pembiayaan negara maju selangkah.
Sudah
menjadi fakta dilapangan bahwa banyak saudara-saudara kita yang menjadi
pengusaha di mall-mall, pusat perbelanjaan,pasar tradisional dsb, yang ternyata
memiliki omzet usaha yang besar dan keuntungan yang juga besar, namun sulit
ditelusuri karena pembukuan yang mereka miliki belum standar , hal ini
berakibat mereka asal melaporkan saja keuntungan bersihnya,namun disamping itu
banyak juga diantara para pengusaha ini yang sangat ingin berpartisipasi
membangun bangsa ini melalui pajak, tapi pusing begitu membaca cara menghitungnya. Untuk mematahkan segala
halangan dan masalah tersebut maka PP 46/2013 ini dibuat,dengan rumus yang
sederhana 1% dari omzet.
Dilihat
dari segi landasan hukum, apakah PP 46/2013 tidak cacat hukum? Mari kita telaah
bersama. PP 46/2013 ini merupakan peraturan tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana yang diatur oleh UU PPh No.36 tahun 2008, yang menjadi landasan PP
46/2013 dalam UU PPh No.36 tahun 2008 ialah pasal 4 ayat 2 bagian E berbunyi “PPh
final bisa dikenakan terhadap penghasilan lainnya yang diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Pemerintah” dalam penjelasannya penghasilan yang bisa
dikenakan PPh final harus memenuhi pertimbangan-pertimbangan antara lain :
1. Perlu
adanya dorongan dalam rangka perkembangan investasi dan tabungan masyarakat
2. Kesederhanaan
dalam pemungutan pajak
3. Berkurangnya
beban administrasi baik bagi Wajib Pajak maupun Dirjen Pajak
4. Pemerataan
dalam pengenaan pajak. Dan
5. Memperhatikan
perkembangan ekonomi moneter
Jika
melihat hal ini maka PP 46/2013 memiliki landasan hukum, sesuai dengan
pertimbangan kesederhanaan dalam pemungutan pajak, dan pemerataan dalam
pengenaan pajak.
Walaupun
demikian, sampai titik ini tetap ada satu kendala berarti yakni kata omzet, dalam Penjelasan UU PPh No.36 tahun 2008, tentang penghasilan
berbunyi “bahwa pada prinsipnya pemajakan dalam pengertian yang luas yaitu
Pajak dikenakan atas setiap tambahan ekonomis yang diterima Wajib Pajak”,
sampai tulisan ini dibuat penulis belum menemukan referensi yang menyatakan
omzet adalah bagian dari penambahan ekonomis.
Lalu
apakah PP 46/2013 tidak bersih? Biar pembaca sendiri yang menilai dari sudut
pandang “mata pisau” yang mana.
Diluar
semua semua pro dan kontra tersebut, Langkah Pemerintah melalui PP 46/2013
adalah sebuah hal yang baik, karena bertujuan untuk mengajak semua elemen
bangsa ikut serta membangun ekonomi bangsa melalui pajak.
Begitupun
halnya bahwa penulis percaya bahwa setiap elemen bangsa ini akan mengapresiasi
ajakan membangun bangsa dengan pajak,
selama mereka percaya dengan aparat-aparat negara. Aparat Negara mesti menjadi
“sapu” yang bersih, itu satu-satunya jalan, karena Pajak walaupun dikelola oleh
Direktorat Jenderal pajak, tapi Uang Pajak itu langsung dibayarkan melalui Bank
ke Kas Negara, lalu dipakai untuk kepentingan Negara dan dikelola oleh aparat
Negara.
Pada
akhirnya, seperti kutipan yang saya ambil dari seorang guru saya diawal tulisan
ini, tiap aparat negara mesti membuat dirinya menjadi “sapu-sapu” yang bersih,
baik niat, perbuatan dan hasilnya, jika ini telah terjadi pada sebagian besar
aparat negara,khususnya lagi jika ini terjadi dikalangan para pemimpin, baik itu
Presiden s.d Lurah, baik itu dari Menteri/Kepala Lembaga s.d Kepala Satuan
Kerja, maka kerelaan dan kepercayaan masyarakat dalam membayar pajak akan
terbentuk semakin kuat.
Mari
turut andil membangun bangsa bersama pajak.
Komentar
Posting Komentar