Gawat, Buat NPWP Tak Lagi instan
Pada
Piala Dunia tahun 2002,sebuah tim sepak bola yang terkenal dengan gaya
menyerang, justru menerapkan pola bertahan, Johan Cruyf, salah satu lagenda
sepak bola dunia sangat kecewa dengan performa tim ini, “mereka layak menang,
tapi mereka memainkan anti football ”ujarnya.
Tim itu adalah Brazil yang kemudian menjadi juara.
Motivator
ulung akan selalu mengingatkan tentang sisi kehidupan yang selalu terdiri dari
dua sisi, layaknya sebuah koin. Bagi yang sempat membaca pasal 7 ayat 2 Per
20/PJ/2013 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak,
Pelaporan Usaha dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Penghapusan Nomor Pokok
Wajib Pajak dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, serta Perubahan
Data dan Pemindahan Wajib Pajak , maka kalimat para motivator itu wajib
ditanamkan dalam diri.
Pasal
7 ayat 2 tersebut berbunyi “Kartu Nomor
Pokok Wajib Pajak dan Surat Keterangan terdaftar disampaikan kepada Wajib Pajak
dengan pos tercatat”. Kata Pos Tercatat menjadi hal yang aneh dalam pasal ini.
Pada
Era dimana Direktorat Jenderal Pajak berusaha membuktikan diri sebagai institusi
dengan sistem birokrasi yang dapat menjadi contoh bagi institusi negara yang
lain, hal ini dapat dipandang sebagai suatu kemunduran. Bagaimana tidak?
Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak yang bisa selesai dalam sehari justru mesti
melalui pos tercatat yang bisa mengakibatkan sampai ke tangan wajib pajak dua
atau tiga hari.
Sebuah
sisi yang sangat tidak mendukung citra Direktorat Jenderal Pajak di masa yang
akan datang, nada sumbang seperti “orang pajak kerjanya apa sih? Kita mau
daftar dipersulit” , “Orang pajak di gaji tinggi, tapi buat kartu saja tidak
bisa selesai dalam sejam” dan beberapa nada sumbang lainnya adalah hal yang akan
siap berdendang di telinga para aparat pajak, khususnya yang bertugas pada
Tempat Pelayanan Terpadu.
Lalu,
apakah pasal 7 ayat 2 ini sebuah kekeliruan? Mari lihat sisi lainnya, sudah
menjadi rahasia umum , Masyarakat Indonesia sebagian besar malas berurusan
dengan birokrasi sehingga menggunakan perpanjangan tangan orang lain (calo),
hal ini menyebabkan informasi yang wajib diketahui oleh Wajib Pajak tentang Hak
dan Kewajiban Perpajakannya menjadi tidak tersampaikan, pengiriman Nomor Pokok
Wajib Pajak melalui Pos dapat meminimalisir hal itu, apalagi jika bersamaan
dengan pengiriman pos itu juga disertakan brosur, atau CD yang menerangkan hak
dan kewajiban Wajib Pajak.
Bagaimana
jika Wajib Pajak sendiri yang mendaftarkan langsung dengan datang ke Kantor
Pelayanan Pajak, atau Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan?
Menurut penulis jika hal ini terjadi maka ada baiknya jika Kartu Nomor Pokok
Wajib Pajak serta Surat Keterangan Terdaftar dapat diserahkan langsung, dan
mendapat penjelasan langsung tentang hak dan kewajiban perpajakannya, hal ini
tidak mesti dijelaskan oleh petugas Tempat Pelayanan Terpadu,jika dianggap
memakan waktu dan mengganggu pelayanan terhadap Wajib Pajak lainnya, hal ini
bisa dilimpahkan ke petugas help desk.
Pada
akhirnya, sebagai aparat pajak yang bermain pada sebuah tim dan percaya dengan
strategi tim pelatih, mengutip tagline salah
satu merk olah raga terkemuka “just do it”.
Catatan
:
Pendapat
diatas adalah pandangan pribadi penulis, bukan institusi tempat penulis
bernaung
Tulisan
ini juga dimuat dalam www.pajak.go.id
dengan judul Kontroversi Pasal 7 ayat 2 per 20/PJ/2013
Komentar
Posting Komentar